Sundulan Puyol dan Fisika

Hasil sundulan  Carles Puyol yang gagal dicegah oleh Kiper Neuer telah menjadi buah bibir tidak hanya di Spanyol tetapi juga di berbagai belahan dunia. Bagaimana mungkin seorang Puyol yang tingginya hanya sekitar 1,7 meter adu sundulan dan menang melawan pemain Jerman yang lebih tinggi seperti  Marcell Jansen (190 cm) ataupun  Per Mertesacker (196 cm).  Apakah Puyol itu  kemasukan roh Michael Jordan? Ataukah ia seorang superman?

Menyundul dalam sepakbola merupakan hal yang biasa. Melalui sundulan orang bisa mengumpan bola atau memasukkan bola dalam gawang lawan.  Banyak gol  diciptakan melalui sundulan kepala. Masih ingat kan, ketika Belanda menyisihkan Brazil di arena Piala Dunia 2010,  Sneijder secara gemilang mencetak gol lewat sundulan kepalanya yang botak.

Menyundul tidak sesederhana orang bayangkan. Disini beberapa konsep fisika memegang peranan penting. Seorang dapat menyundul bola dan mengarahkan pada sasaran membutuhkan akurasi, daya dan pemanfaatan waktu yang baik,  karena ini melibatkan kecepatan dari bola yang datang dan koordinasi dari kepala dan badan.

Ketika menyundul bola, orang dapat menyundul dengan tetap berada 1) ditempat (berdiri atau melompat vertikal)  atau 2) berlari sambil melompat menyambut bola.  Pada keadaan berlari, bola hasil sundulan akan bergerak lebih cepat karena mendapat tambahan momentum dari  gerakan orang yang menyundul itu.  Besarnya momentum yang diterima bola sangat tergantung pada ke elastisan bola dan kekuatan otot tulang belakang ketika kita menyundul bola. Untuk membuat sundulan sekuat mungkin, kepala harus ditarik kebelakang sebanyak mungkin (badan melengkung), paha ditarik kebelakang dan lutut bengkok (lihat gambar). Pada posisi ini  terjadi keseimbangan aksi-reaksi,  pemain tidak terpelanting atau terputar dan kepala siap memberikan sundulan kuat ke bola.  Saat  bola menyentuh kepala, tubuh harus setegar mungkin agar lebih banyak energi dapat diberikan ke bola (gerakan otot dan urat yang tidak perlu akan menyerap energi kita dan dapat mengurangi energi yang diberikan pada bola).

Ketika menyundul bola, bola menyentuh kepala kita dalam waktu relatif lebih lama (23 milidetik)  dibandingkan waktu menyentuh kaki ketika  kita menendang bola (8 milidetik). Hal ini  memungkinkan kita untuk mengarahkan bola secara akurat ke arah yang kita inginkan. Ini yang menyebabkan seorang Miroslav Klose lewat sundulannya, mampu mengecoh kiper lawan.

Orang botak  seperti Sneijder sering mendapat keuntungan dalam menyundul bola (rambut gondrong akan menyerap sebagian energi bola sehingga bola yang terpantul akan berkurang kecepatannya). Tetapi bukan berarti orang gondrong tidak bisa menyundul keras. Si Gondrong Puyol atau Klose sering memasukkan bola melalui sundulan kepalanya.

Nah sekarang kita lihat gol Puyol. Gol ini tercipta bukan kebetulan atau spontan, tetapi gol ini telah direncanakan lewat perhitungan dan latihan yang matang.

Sebelum bertanding, Puyol  sudah janjian dengan Xavi Hernandez untuk menendang ke dekat titik putih setiap kali mendapat kesempatan sepak pojok.  Tidak mudah melakukan ini, butuh banyak latihan dan butuh perhitungan fisika.  Xavi 3 kali gagal melakukan ini dibabak pertama pertandingan Spanyol melawan Jerman. Namun pada menit ke 73, Xavi berhasil menempatkan bola dekat titik putih. Peluang Ini tidak disia-siakan oleh Puyol yang berlari cepat kemudian melompat menyundul bola ke gawang Manuel Neuer.  Menurut perhitungan fisika kalau Puyol ingin melompat 40 cm agar menang adu duel dengan gelandang Jerman yang rata-rata tingginya 190 cm itu,  maka puyol harus berlari dengan kecepatan minimal  2,8 meter per detik.  Dan ini yang ia lakukan! Hasilnya adalah gol yang menghantar spanyol menjadi finalis Piala Dunia 2010.

(Yohanes Surya Rektor Universitas Multimedia Nusantara/Chairman Surya Institute)

Posted in Olahraga | Tagged , | Leave a comment

Ditemukan : Ratusan Planet Di luar Tata Surya

Sampai saat ini manusia masih penasaran tentang misteri kehidupan di luar angkasa. Berbagai upaya pencarian pun gencar dilakukan. Kini, pemburu planet NASA telah mengidentifikasi lebih dari 700 calon planet di luar tata surya kita dan beberapa diantaranya memiliki ukuran yang sama dengan bumi.

Pesawat luar angkasa, Kepler yang diluncurkan tahun 2009 untuk mencari tata surya lain dibanjiri dengan ratusan data. Sebelumnya, 300 kandidat telah didaftarkan dalam catalog “extrasolar planets”. Data tersebut dipublikasikan secara online dan di arXiv.org dan akan segera dikumpulkan ke jurnal Astrofisika.
Dipuncak data yang berlimpah itu, tim Kepler masih menyimpan 450 data lainnya, 5 diantaranya telah dikonfirmasi sebagai exoplanet. Setidaknya selusin objek dari data tersebut memiliki ukuran yang hampir sama dengan COROT 7b, exoplanet terkecil yang telah diidentifikasi. Ukurannya hanya 1,6 kali diameter bumi, bahkan ada yang sedikit lebih kecil.

Natalie Batalha, astronom dari  San Jose State University menyatakan bahwa Kepler telah melihat kandidat planet yang seukuran dengan bumi. Namun, masih ada ujian pembuktian yang harus ditempuh calon planet ini. Aturannya, sebelum kandidat dikonfirmasi sebagai planet, ia harus terlihat oleh pesawat Kepler selama tiga kali. Planet mirip bumi tersebut baru muncul sekali. Bila periode revolusinya sama dengan bumi, ia akan muncul setahun sekali. Jadi, masih butuh tiga tahun lagi untuk membuktikannya.

Keputusan yang mengizinkan para ilmuwan di misi kepler untuk merahasiakan data mereka hingga tahun 2011 mengundang kritikan dari banyak ilmuwan. Salah satunya, Jon Morse, direktur utama divisi astrofisika di NASA. Menurutnya , penundaan publikasi tersebut akan menyebabkan tim Keppler kehilangan banyak waktu yang berharga untuk menindaklanjuti ratusan data tersebut bersama-sama.

http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=kepler-planets-700

Posted in Alam Semesta | Tagged , | Leave a comment

Umar Juoro: Tak Jadi Fisikawan, Sukses Jadi Ekonom

Banyak orang bertanya-tanya ketika mengetahui bahwa Umor Juoro yang dikenal sebagai pengamat ekonomi itu ternyata seorang sarjana Fisika jebolan ITB. Demikianlah adanya. Publik terlanjur mengenal Umar Juoro sebagai ekonom. Lantaran itu, banyak orang menyangka ia adalah lulusan Fakultas Ekonomi. Termasuk, kalangan jurnalis di negeri ini yang sering meminta analisisnya. Selain sebagai cendekiawan, Umar yang pernah menjadi anggota Dewan Pakar ICMI itu kini juga tercatat sebagai Komisaris Bank Internasional Indonesia.

Perguruan tinggi adalah wahana pengembangan kapasitas keilmuan, keahlian, dan menjadi model bagi pelembagaan tradisi intelektual para mahasiswanya. Bagi yang tanggap dengan pesan esensial pendidikan ini, berbagai pilihan hidup akan terbuka lebar ketika seorang mahasiswa memasuki era pasca-kuliah: menjadi akademisi, profesional, bahkan mendalami bidang lain di luar studi yang ia pilih pada saat belajar di kampus.

Umar Juoro mengerti benar apa alasan ia masuk ke Fakultas MIPA ITB. Setelah lulus pada 1985, ia lantas bekerja pada sebuah perusahaan consultant engineering di bidang seismik selama kurang lebih satu tahun. Namun, ketertarikan Umar terhadap bidang ekonomi dan public policy tak bisa ia bendung menyusul beasiswa yang ia terima untuk mengikuti program master di bidang ekonomi politik. Meskipun untuk itu ia harus belajar keras, Master of Arts in Economics dari University of Philippines berhasil ia raih pada tahun 1987.

Empat tahun berikutnya, 1991, Umar meraih gelar MA di bidang ekonomi politik dari Boston University, AS. Dan, pada 1993, ia kembali meninggalkan Tanah Air untuk mendalami bidang ekonomi internasional di Kiel Institute of World Economics, Jerman. Lengkap sudah bekal Umar Juoro untuk menjadi seorang ekonom.

Pada semester-semester awal Umar masuk kuliah, situasi nasional berada dalam kondisi “memanas” akibat berbagai kebijakan rejim Orde Baru—kebijakan investasi, luar negeri, NKK-BKK, dan lain-lain— yang memicu banyak kontroversi. Senat Mahasiswa ITB, sebagaimana organisasi kemahasiswaan intra-kampus di berbagai kota, melihat kenyataan ini sebagai problem besar yang harus direspons dan disikapi. Kritisisme pun berkembang di ITB.

Dari sisi subjektif mahasiswa, situasi eksternal kampus itu, apalagi menyangkut nasib bangsa, juga merupakan kesempatan untuk melakukan intelectual-social exercise. Jadilah, atmosfir di kampus ITB kian marak dengan berbagai aktivitas demonstrasi, seminar, atau memublikasikan pernyataan sikap. Di dalam pusaran dinamika aktivisme mahasiswa seperti itulah Umar selama kuliah berada.

Benar. Menurut pria kelahiran Solo, 6 Desember 1959, banyak hak yang didapat di luar teks-teks buku kuliah. “Faktor pergolakan di kampus pada tahun 1978 membuat kami mahasiswa ITB sangat familiar dengan isu-isu nasional. ITB memberikan dan membuka cakrawala jauh lebih luas dari sekadar bidang studi yang digeluti para mahasiswanya. Terbukti, saya sekarang berkecimpung di dunia ekonomi,” tutur Umar. “Sebenarnya saya sangat tertarik dengan fisika dan dinamika politik, sebelum ekonomi. Sejak SMA sudah tertarik dengan isu-isu besar. Sedangkan secara akademik, saya suka Fisika,” kata suami Juliana itu menambahkan.

Pergumulan Umar di organisasi intra-kampus, kala itu, adalah momentum pematangan intelektualnya. Di era ketika Umar menjadi aktivis kampus—sehingga pada semester IV ia bersama Hendardi sudah digelar MSc: bukan Master of Science melainkan “Master of Student Center”, karena sangat aktif di pusat kegiatan mahasiswa itu. Di sana pula berkantor Sekretariat Dewan Mahasiswa. Aktif di Student Center membuat Umar semakin akrab dengan nomenklatur ekonomi dan politik.

Pilihan Umar untuk tak menekuni dunia fisika juga dilandasi oleh perhitungan pragmatis. Sejak di tingkat dua, Umar sudah ancang-ancang untuk mempersiapkan diri kelak terjun di dunia yang tidak berkaitan langsung dengan Fisika. “Mungkin saya akan menjadi biasa-biasa saja jika berkiprah di jalur Fisika karena banyak sekali teman sejurusan yang luar biasa pintar. Saya bukan tergolong pintar di dunia fisika,” ungkap ayah Jose Akbar Juoro dan Juan Ahmar Juoro sembari senyum simpul.

Pilihan Umar tidak salah. Berbagai peran sebagai seorang ekonom telah ia lakoni. Ia pernah dipercaya Presiden Habibie sebagai Asisten Wakil Presiden/Presiden RI BJ Habibie khusus Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (1998-1999), Direktur Center for Information and Development Studies (CIDES) sejak 1999. Umar juga pernah menjabat sebagai Staf Ahli Komisi VIII DPR-RI pada 2002, dan Anggota Tim Masyarakat Madani yang dibentuk oleh Presiden RI pada tahun 1999.

Sebagai figur publik, Umar tak tergoda untuk terjun ke dunia politik, seperti beberapa sejawat ekonom lainnya, seperti Didik J Rachbini, yang kini menjadi anggota DPR. “Saya merasa lebih full potencial di jalur eksekutif daripada jalur legislatif,” ungkap Umar menjelaskan alasan mengapa ia tak kunjung terjun ke

ITB tidak salah mendidik Umar, tentu saja. Toh kembaran dari Amir Sambodo, yang juga masuk Teknik Mesin ITB di tahun yang sama, bukan ekonom kelas dua hanya karena ia bukan lulusan Fakultas Ekonomi. Statemen-statemen dan tulisan Umar yang berkaitan dengan masalah ekonomi nasional senantiasa kritis dan menjadi pertimbangan berbagai pihak di negeri ini.

Semua itu tumbuh semakin bagus selama Umar belajar di ITB. Ia kian terlatih menuangkan buah pikirannya ke dalam tulisan—hal yang tidak selalu dimiliki seorang bergelar doktor sekalipun. Pada semester dua misalnya, ia telah menulis di sejumlah media massa, seperti Pikiran Rakyat, bahkan harian Kompas— tulisan pertama tahun 1979 di halaman 4 dengan tema: Tantangan Pembangunan Perdesaan. Lebih bergengsi lagi, pada tahun kedua kuliah di ITB artikel Umar terpajang di Jurnal Prisma, sebuah jurnal ilmiah terkemuka ketika itu hingga awal dekade 1990-an. Dari sana, kemudian Umar berkenalan dengan para intelektual yang juga berlatar belakang aktivis seperti Dawam Rahardjo, Fachry Ali dan Didik J. Rachbini, untuk sekadar menyebut beberapa.

Dalam konteks pembentukan karakter mahasiswa, menurut Umar, ITB jauh lebih mengesankan bila dibandingkan dengan kampus-kampus di Filipina atau Jerman. “Saya mengalami suasana kuliah di beberapa kampus di beberapa negara. Tapi, yang paling berkesan ya di ITB,” kata bekas ketua OSIS SMA 9, Bulungan, itu.

Berbagai kisah sedih dan lucu tergores di kampus ITB tercinta. Umar pernah, misalnya, diisukan telah memanfaatkan kembarannya, Amir, untuk mengerjakan ujian ulang (HER) mata kuliah kimia yang sebelumnya tidak lulus. Di daftar nilai yang terpampang nilainya ditutup dengan tip-eks. “Saya klarifikasi dong. Saya curiga itu dilakukan oleh ‘lawan politik’ kami di kampus. Akhirnya, saya diminta cari saksi bahwa saya memang mengerjakan itu. Akhirnya, saya lulus juga. Itu sebuah pengalaman yang sangat lucu dan menjengkelkan,” kenang Umar sembari melepas tawa.

(dari hasil wawancara atas Umar Juoro di lobi Hotel Nikko, 2008)

Sumber : http://www.kalipaksi.com/2009/11/13/umar-juoro-tak-jadi-fisikawan-sukses-jadi-ekonom/index.html

Posted in Tokoh | Tagged | Leave a comment